NASEHAT KH. ABDUL HANNAN MA’SUM


kh.hanan.ma'sumTeman yang muwafiq paling banyak terdapat di pondok sebab teman pondok kebanyakan saling mengingatkan tolong menolong dalam kebaikan. Setiap orang akan diuji oleh Allah SWT walaupun dia berada dimanapun, dilindungi siapa saja pasti musibah itu akan terjadi sesuai dengan takdirnya dan atas kekuasaan Allah.
Perlu di ingat ;
1. Lebih baik diam dari pada ngomong yang tidak ada gunanya
2. Kita harus mengerti zaman, maksudnya adalah kita harus tahu bahwa kita masih muda jadi seharusnya lebih kuat dan lebih giat Untuk beribadah pada Allah
3. Kita harus melakukan sesuatu dengan istiqomah
4. Kita harus berjalan dijalan yang lurus walaupun berat rasanya
Tarbiyah itu memang tempatnya untuk anak didik dari segi akhlaknya agar lebih baik. Tarbiyah itu ibarat menanam pohon, masih perlu untuk disiram. maksudnya diberi nasehat agar tumbuh subur. Jodoh itu ibarat mur dan baut yang dicampur dalam satu kotak, kadang kadang langsung ketemu dan cocok dan ada yang lama baru ketemu.

Ingat jangan mendirikan pondok dari tanah waqof karena akan banyak terjadi permasalahan dengan orang yang mewaqofkan karena ada kemungkinan orang mewaqofkan tidak seratus persen ikhlas jadi kalo bisa mendirikan pondok lebih baik dari tanah hibah atau tanahnya sendiri.
Ada seorang kiyai yang bernama kiyai Jauhari dari pasuruan dia sering pindah pindah mendirikan pondok,kiyai Jauhari sering diberi tanah waqof yang digunakan untuk pondok pesantren tapi dikemudian hari banyak terjadi masalah dengan orang yang mewaqofkan dan ahli warisnya kemudian dia meninggalkan pondok tersebut karena masalah seperti itu kiyai Jauhari sering pindah-pindah mendirikan pondok, suatu saat dia diberi waqof di Kediri di boto putih dan dia membangun pondok disana pada suatu saat dia bekunjung kerumah romo kiyai kemudian romo kiyai ditanya endi omahmu endi pondokmu dijawab romo kiyai “isih ora duwe” kiyai Jauhari berkata: dungomu ora mandi iki, dungoho maneh, suatu saat kiayi Jauhari berkunjung lagi dan romo kyai ditawari tanah waqof untuk digunakan untuk pondok tapi romo kiyai tidak mau menerimanya karena romo kiyai pernah diberi pesan oleh kiyai zamrozi agar tidak mendirikan pondok pesantren diatas tanah waqof, suatu saat kiyai Jauhari datang lagi dan berkata: bener opo jaremu ngedekno pondok ing ndukure tanah waqof iku akeh masalahe, kemudian kiyai jauhari meninggalkan pondok beserta tanah waqofnya, kemudian kiyai Jauhari mendirikan pondok dari tanah hibah di daerah pasuruan (Pondok Darussalam) Kiyai Jauhari ora kerjo tapi pangga sugih dan istrinya cantik. ternyata wiridanya Manaqib Syekh Abdul Qodir Al Jailani dan Sholawat Bahriyatul Kubro.
Apabila kamu menjadi pelayan agama, dunia pasti akan melayanimu. Apabila kamu melayani dunia maka dunia akan menjahuimu dan akan menyusahkanmu ingatlah itu.
Agar percaya diri mengadapi orang yang alim kita harus tanamkan pada diri kita bahwa orang yang yang alim sebelumnya juga belum alim, dia bisa alim seperti sekarang dikarenakan dia bersungguh dalam mencari ilmu mangkane seng temen kang.
Prinsipnya romo kiyai itu seperti bekicot, selagi bekicot itu masih hidup dan masih bisa makan pasti cangkanya juga ikut membesar dengan sendirinya, maksudnya bagian dalam kita tata terlebih dahulu yaitu hati maka dhohir (badan) juga akan ikut berimbang dengan sendirinya, kalau mendirikan pondok atau tempat ngaji yang penting dapat terus berjalan dan selalu ada kegiatan jangan sampai mati. maka masalah tempat akan berkembang dengan sendirinya.
Kelemahan orang alim yang miskin :
1. Agamanya akan kalah dengan orang kafir
2. Akan jadi hinaan orang
3. Sifat beraninya akan menurun
Romo kiyai pada waktu akan nikah tidak punya apa apa, bahkan pakaian yang digunakann untuk nikah saja belum punya, ibunya itu seorang penjual onde onde dan bapaknya seorang pemanjat kelapa, bagaimana sekarang caranya agar bisa menjadi seorang yang kaya? Dengan cara melayani agamanya Allah dan juga berusaha dengan sungguh sungguh.
Menjauhi perbuatan yang harom itu lebih baik dari pada ibadah sunnah. Sifat males itu menjadikan orang tersesat menjadi rugi karena waktunya akan hilang terbuang sia sia, jadi pemuda harus mempeng ibadah dan bekerja, supaya menjadi sukses.
Yang dikatakan orang yang kaya adalah orang yang besyukur dan menerima pembagian dari Allah, orang yang miskin adalah orang yang tidak bersyukur dan tidak menerima pembagian dari Allah (selalu merasa kurang terus menerus). Mempunyai ilmu banyak tapi yang diamalkan Cuma sedikit maka sedikit itulah yang akan dia dapatkan.
Syaithon itu menanamkan pada diri manusia sifat takut untuk miskin supaya manusia belomba lomba untuk mencari dunia dan melupaka untuk beribadah kepada Allah.
Jangan terlalu memikirkan nasib kita yang akan datang karena belum tentu besok kita akan masih hidup jadi sekarang beramal lah yang sebanyak-banyaknya
Do’a itu pasti dikabulkan kalau tidak diberikan pada dirinya mungkin akan diberikan pada anak turunnya atau mungkin diberikan pada tetangganya, jadi jangan pernah untuk lelah berdo’a kepada Allah karena suatu saat pasti akan dikabulkan oleh Allah.
Walaupun punya banyak harta tidak akan cukup untuk membahagiakan semua orang karena harta akan terus bekurang ketika diambil, tapi dengan akhlak yang bagus kita bisa membahagiakan semua orang karena akhlak tidak akan bisa habis walaupun digunakan terus menerus bahkan akan menjadi lebih baik.
Ujian atau cobaan itu ada dua macam:
1. Ujian yang ni’mat, seperti jatuh cinta
2. Ujian yang tidak enak seperti sakit
Tapi biasanya orang tidak kuat ketika dihadapkan pada ujian yang ni’mat
Barang siapa yang banyak tertawa maka wibawahnya akan berkurang
Harganya manusia itu tergantung dari ilmunya, pengalamanya dan usahanya.
Jadilah orang yang alim terlebih dahulu kemudian menata hati untuk menjadi manusia yang sempurna.
Jadilah orang yang alim terlebih dahulu baru mencari ilmu perdukunan karena orang yang mempelajari ilmu seperti itu biasanya mempunyai rasa sombong dan merasa yang paling kuat sendiri.
Perbuatan apa yang sering dia kerjakan akan membuat dia menjadi terkenal dengan perbuatanya itu sendiri. Semuanya bisa dirubah asalkan punya keinginan yang kuat untuk merubahnya.
Seorang santri atau orang yang alim itu harus mempunyai sifat suja’(pemberani), orang alim tapi tidak punya sifat pemberani ilmunya akan berkurang (menyusut), orang yang tidak begitu alim tapi mempunyai sifat pemberani akan berkembang (molor) seperti contoh orang yang berpidato orangnya alim dan sudah mempersiapkan segala sesuatunya karena tidak mempunyai sifat yang berani ketika tampil didepan semua yang dipersiapkan hilang, sebaliknya orang yang tidak begitu alim tapi mempunyai sifat yang berani dia bisa mengembangkan materinya menjadi lebih menarik dan lebih panjang.
Rizki itu ibarat ikan: Rizki itu sudah dijamin oleh allah, setiap orang itu pasti mempunyai rizki (rizki itu sudah ada dan sudah ditetapkan oleh allah), begitu juga dengan ikan sudah ada dalam laut, agar kita bisa mengambil rizki tersebut kita harus usaha lahir dan batin, usaha lahir dengan bekerja dan usaha batin dengan berdo’a, sama dengan ikan dilaut sudah ada tapi kita harus berusaha supaya bisa mendapatkanya, bersabar serta dengan berdoa’ itu ibarat pancingnya, untuk itu diperlukan umpannya yaitu dengan shodaqoh semakin besar umpan yang dipasang semkin besar ikan yang akan diperoleh.
Sebagian dari sikap wira’I romo kiyai sudah terlihat mulai dari kecil ketik dia berumur 10 tahun waktu masih sekolah SR di dalam sekolah dia selalu memakai kopeyah karena waktu ngaji dia pernah diberi tahu gurunya kalau kopeyah itu dilepaskan maka derajatnya akan turun dan termasuk orang yang fasiq.
Ngaji itu harus sabar karena dengan ngaji manusia dapat memperoleh kebahagian dunia dan akhirat pancen susah banget.
Yang dicari dari wanita adalah dan din dun, dan adalah badan, din adalah agama, dun adalah dunia.
“Sesungguhnya ilmu hikmah (ilmu yang dilakukan) itu akan menambah kemulyaan orang tersebut” seperti contoh orang yang mau zakat. Wiridan itu ibarat menanam pohon, membutuhkan proses yang cukup lama, semakin lama akan semakin besar dan semakin tinggi sehingga semakin besar pula terpaan angin terhadap pohon tersebut, wiridan itu semakin lama semakin besar cobaannya dan ujiannya, ketika mampu untuk melewati ujian tersebut pohon akan dapat berbuah dan kita bisa meni’matinya begitu juga dengan wiridan kalau kita sudah bisa melewati berbagai ujian kita akan mendapat kan buah dari wiridan tersebut.
Kalau ingin merasakan yang namanya ni’mat harus merasakan yang namanya susah terlebih dahulu, karena tidak ada kebahagiaan yang tidak ditempuh dengan kesusahan.
Di pondok itu ibaratnya berada dipenjara suci. Ulat itu menjijikkan dan makannya adalah dedaunan, tapi ketika menjadi kupu kupu semua orang menyukainya dan makanannya adalah sari bunga. Orang yang mempunyai ilmu itu tidak selalu kaya, walaupun dia seorang sarjana, atau orang yang alim belum tentu menjadi orang yang kaya, karena ilmu tidak ada hubunganya dengan dunia.
Anak yang masih kecil jangan dibiasakan makan makanan yang enak enak dan fasilitas yang berlebihan karena kalau sudah terbiasa dengan fasilitas yang mewah ketika diberi sesuatu yang tidak enak pasti dia tidak mau (tidak bersyukur).
Wiridan itu mendo’akan do’a, allah itu lebih tahu akan kebutuhan hambanya.
Rahasia dari wiridan itu sangat besar hanya dapat diperoleh dengan jalan istiqomah.
Kita harus bisa membagi waktu untuk wiridan, belajar dan berhubungan dengan manusia.
Didunia belum tentu ni’mat Apalagi berada di akhirat
Didunia sengsara Jangan sampai akhirat juga sengsara
Kunci sukses adalah dengan melihat kekurangan yang terdapat pada diri kita sendiri kemudian memperbaiki kekurangan kekurangan tersebut.
Semua kejadian sandarkanlah kepada allah maka hati kita akan merasa tenang dan tentram
Didekek tulangan nerimo * Didekek kenongo nerimo
Digawe melarat nerimo * Digawe sugih pangga nerimo
Iku ngono atine rojo * Ora ono susah lan sengsoro
Nang dunya during mesti enak * Opo mane h nang akhirot
Kalau ingin berhasil melakukan sesuatu:
1. Istiqomah
2. Hidmah
3. Sholat jamaah
Khidmah itu ibaratnya seperti umpan dalam memancing, digunakan untuk memancing supaya mendapatkan ilmu.
Orang yang sombong itu ibaratnya seperti katak yang berada dalam tempurung
Faqir tapi bersabar itu lebih berat dari pada kaya tapi bersyukur karena itu lebih baik faqir yang bersyukur dibanding kaya bersyukur.
Menjadi manusia itu harus selalu menerima terhadap apa yang diberikan dan ambillah hikmah yang terdapat dalam peristiwa tersebut pasti itu yang terbaik untukmu.
Orang yang sukses itu biasanya orang yang tidak begitu pintar tapi utun dan telaten, biasanya orang yang pintar itu punya sifat sombong yang berlawanan dengan sifatnya ilmu yaitu bertempat pada orang yang rendah diri.
Ilmu supaya manfaat itu harus mempunyai sifat takut pada allah (taqwa dan wira’i)
Orang kaya yang tidak kuat dengan kekayaannya orang yang diberi kekayaan tapi digunakan untuk ma’siat pada Allah.
Manusia akan terus dan selalu merasa kurang apabila dia melihat pada orang yang diatasnya padahal dia sudah diberi nikmat oleh allah sangat banyak sekali.
Romo kiyai itu satu bulan makannya: 4 kg beras, 3 btir kelapa, cabe satu gegam.
Sabar yang bagus adalah sabar yang tidak dicerita ceritakan.

“Wahai dunia Aku (Allah) akan melayani orang yang melayani Aku”
Masa tua itu ditentukaan olehh masa muda setiap apa yang kita kerjakan sekarang akan menentukan masa yang akan datang (masa muda itu masa bakti untuk masa tua),
Yang paling baik dicari oleh seorang pemuda adalah ilmu yang sebanyak banyaknya.
Kalau mempunyai ilmu yang banyak menjadi kaya itu mudah, kalau sekarang bermalas malasan besok kita akan menyesal.
Romo kiyai itu ngaji tasrif sampai 4 kali mulai dari umur 10 tahun, pertama kalinya Cuma menghafal dan ngelalar saja, ngaji ke dua baru paham sedikit, ngaji yang ke tiga agak paham dan ngaji yang keempat baru benar benar paham, jadi ngaji itu butuh proses yang cukup lama.
Kalau ingin jadi orang yang alim harus hafal dan paham tasrif, harus terus dihafal.
Kalau ingin doa’anya diijabahi harus bicara yang jujur tidak boleh bohong.
Enaknya dirumah tergantung seberapa besar susahya dipondok.
Riyadho paling gampang adalah sholat dengan berjama’ah akan di beri mudah memahami ilmu dan diberi kaya.
Maqom kasaf mencari akhirat dan dunia, maqom tajrid hanya mencari akhirat saja, tanda tandanya yaitu ketika mencari dunia malah mengalami kerugian seperti kiyai zamrozi pernah membeli kopi dan menyimpannya untuk dijual tapi malah mengalami kerugian.
Bahsul masail atau musyawaroh itu ibaratnya seperi menangkap maling ketika sudah ditangkap maka semuanya ikut senang, ketika masalah sudah ditemukan jawabannya maka semua ikut untuk mengoreksi dan mendukungnya apabila sesuai dengan yang benar.
Pesan kiyai zamrozi pada roma kiyai:
1. Kitabmu mulai seng cilik sampek seng gede kudu ditoto (di kebeki)
2. Nek dijaluki ngji ojo nolak
Romo kiyai pertama kali baca kitab kosongan yang besar adalah kitab bajuri yang dapat kiriman dari Jakarta kemudian romo kiyai diberi kiyai zamrozi untuk membacanya hanya berbekal kamus. Karena sangat banyaknya santeri yang minta ngaji pada romo kiyai pada waktu dipondok romo kiyai sampai tidak sempat untuk mencuci bajunya sehinggah ada orang yang mencucikan bajunya, sekarang orang tersebut menjadi sangat kaya dan membelikan mobil romo kiyai. Romo kiyai ngaji kitab fathul qorib Selama kurang lebih 5 tahun karena kiyai zamrozi ngajarnya sedikit demi sedikit, sampai khatam hanya tinggal 7 santeri dan 7 santeri tersebut menjadi kiyai.
“Sebaik baiknya penolong adalah isteri yang sholeha.”
“Ilmu itu tidak dapat dibeli karena harganya sangat mahal.”
Orang yang sholeh ketika ditempatkan pada suatu tempat maka tempat tersebut akan menjadi baik. Allah akan memberikan berhasil pada cita cita seseorang tergantung dari usaha orang tersebut. Cita cita itu bisa berhasil dengan kesabaran. Banyak orang yang cita citanya tidak berhasil dikarenakan pada waktu dia mengejar cita cita tersebut dia melupakan cita citanya.
Apabila seseorang diberi nikmat oleh Allah kemudian dia sombong dan pamer terhadapa nikmat yang telah diberikan oleh Allah maka Allah akan memberi cobaan padanya dan akan mengambil nikmat itu kembali.
Orang mondok itu seperti orang yang pergi kepasar dia harus belanja apa yang dia butuhkan saja jangan sampai menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak berguna ketika pulang dia gunakan apa yang telah dia beli dipasar, ketika mondok harus mencari ilmu yang sebanyak banyaknya yang nanti sekiranya ilmu tersebut digunakan untuk dirinya sendiri dan masyarakat.
Dunia itu barang titipan dan kapan saja dapat diambil oleh pemiliknya, kalaupun tidak diambil oleh pemilknya pasti akan ditinggal.
Barang siapa orang yang tidak sabar dalam menghadapi sulitnya mencari ilmu maka selamanya dia akan bodoh, barang siapa orang yang tahan dalam menghadapi sulitnya mencari ilmu maka dia akan bahagia didunia dan akhirat.
Sabar jamil adalah sabar yang tidak diceritakan pada orang lain.
Ketika sakit harus diterima karena semua itu merupakan pemberian dari Allah, Allah menurunkan penyakit karena membagi rizkinya pada semua maklhuk, ketika ada orang yang sakit otomatis orang yang jualan obat akan laku.
“Manusia itu ibarat tanah yang menmprl pada rida cikar terkadang berada dibawah dan terkadang berada diatas.”
Perbanyaklah berangan-angan terhadap makluk cipataan Allah sungguh menakjukan sekali.
Romo kiyai itu memberikan ijazah itu ibaratnya memberikan sebuah tunas atau biji terserah pada kita mau kita apakan biji tersebut, kita harus menanam dan merawatnya supaya dapat tumbuh besar sehingga pada akhirnya nanti kita juga yang akan menuai hasilnya.
Maqom fanaa’ kemudian maqom sabar selanjutnya maqom istiqomah
Orang mondok itu ibaratnya seperti bunga yang mekar tapi tidak semua bunga akan menjadi buah banyak sekali bunga yang gugur karena tidak kuat oleh terpaan angin dan badai, hanya beberapa bunga saja yang berhasil menjadi buah.
Belajar itu ibaratnya seperti pergi kesuatu daerah ketika baru pertama kali mungkin kita belum hafal dengan jalan dan keadaan daerah disana tapi ketika sudah bekali kali kita lewati dan kita lihat pasti kita hafal dan ingat jalan tersebut.
Manusia itu seperi layang layang apabila manusia itu baik maka akan diperebutkan banyak orang, jodoh itu juga ibaratnya seperi layang layang apabila pada saatnya dia juga akan jatuh pada pangkuan orang yang sudah ditakdirkan menjadi pendampingnya.
Yakinlah akan janji alqur’an dan hadits karena itu pasti benar.
Nek ora gelem berbah ket sesuk bakal pancet koyo ngono.
Orang yang merasa sakit hati apabila di ingatkan atau merasa tersinggung ketika ditegur maka memang benar dia melakukan kesalahan apabila tidak melakuan kesalahan maka dia tidak akan merasa tersinggung, seperti orang yang disiram dengan menggunakan air garam maka ketika di tubuhnya ada luka dia akan merasakan perih apabila tidak ada luka maka dia tidak akan merasakan luka.
Melakukan apapun pekerjaan hendaknya di niati untuk mencari ridhonya Allah.
Lebih baik melakukan satu wiridan secara istiqomah (terus menerus), dari pada melakukan banyak wiridan tapi tidak istiqomah, ibaratnya seperti menanam pohon, satu pohon kemudian dirawat dengan baik dari pada menanam banyak pohon tapi tidak dirawat, yang mungkin akan mati semua.
Hasil (bekas) dari wiridan itu sedikit demi sedikit, seperti kotoran yang terdapat pada buku, adanya kotoran karena seringnya dibuka.
Ketika melakukan banyak wiridan kemudian ditanya, yang mana dari wiridan tersebut yang memberikan manfa’at (atsar),pasti orang tersebut tidak bisa menjawabnya karena wiridan yang banyak itu ibaratnya seperti air yang berada dilaut atau sungai yang besar yang mana berasal dari sungai yang kecil-kecil kemudian berkumpul menjadi sungai yang besar, ketika sudah ada dilaut atau berkumpul menjadi sungai yang besar, maka air yang berasal dari sungai-sungai yang kecil tidak dapat dibedakan.
Orang yang jelek ketika mempunyai I’tiqod yang baik dan mau berusaha dengan kuat untuk baik pasti Allah akan memberikan jalan untuknya.
Kalau wiridan yang penting aje’(istiqomah).
Apabila menerima pujian janganlah merasa bangga karena semua itu dari Allah dan kapanpun Allah mau mengambilnya pasti itu dengan mudah bisa dia lakukan, ketika dihina janganlah terlalu bersedih, jadikanlah hinaan tersebut sebagai koreksi diri, karena hanya orang lain dan musuh kita yang tahu kelemahan kita, seharusnya kita harus berterima kasih pada orang yang mau untuk mengingatkan, menkritik dan memperhatikan kita kemudian jadikan itu semua sebagai jamu untuk kita supaya kita sehat dan tambah semangat.
Cobaan itu merupakan ujian untuk dijadikan sebagai jalan tujuan.
Apabila akan melakukan sesuatu pikirkanlah hasil dan akhirnya yang akan didapat, jangan terlalu tergesa gesa.
Pedagang yang jujur akan dikumpulkan bersama para shodiqin.
Ketika punya keinginan yang tersimpan jangan diobral terlebih dahulu, kita harus mengejarnya baru kalau sudah berhasil kita boleh berbicara.
Orang yang diberi nikmat pasti akan dijadikan orang yang hasud terhadap nikmat tersebut.
Awal kesalahan adalah hasud.
Yang terpenting punya ilmu kemudian diamalkan.
Tanahnya Allah itu sangat luas sekali.
Mencari ilmu itu harus berani jangan pikirkan biaya Allah maha kaya asalkan mau berusaha dengan sekuat tenaga pasti Allah akan memberi jalan. Kalau bisa setiap melihat sesuatu cobalah pikirkan dan ambil manfaat dan hikmahnya. Kunci untuk bisa meraih kesuksesan : yang penting tandang (terus berjalan) dan sabar
Dipondok yang terpenting bisa ikut mengamini do’anya kiyai, mau tidak mau harus ikut sholat berjama’ah.
Sebelum memberitahu orang lain cobalah lihat dirimu sendiri.
Pidato yang lkhlas jangan di bagus baguskan supaya disenangi manusia, ingatlah pada tujuannya pidato yang sebenarnya.
Orang yang ngaji ingatlah pada akhirat, jangan ingin dipuji, jangan ingin disenangi manusia, jangan ingin menarik simpati masa.
Jadilah seorang da’I yang bisa mengajak manusia dari senang dunia menuju senang akhirat, dari ma’siyat menuju tho’at, dari senang dunia menjadi seorang yang zahid.
Dalam berda’wa sebisanya masukanlah fiqh.
Semuanya dibuat Allah seperti ini pasti ada hikmah didalamnya.
Jadi anak harus bisa memberi pada orang tua.
Shohabat menjadi orang yang besar dan dekat pada Rasulullah karena dimulai dari ngodam (membantu) terlebih dahulu pada nabi, jadi kalau kepingin enak harus bekerja keras terlebih dahulu.
Kalau dipuji orang bersyukurlah, kemudian kembalikanlah itu semua pada Allah, karena hanya Allah yang patut untuk dipuji dan sesuatu dipuji itu karena Allah memberikan kelebihan pada sesuatu tersebut.
Jangan merasa besar dan agung, karena kebesaran dan keagungan hanya milik Allah semata, semua yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah.
Tinggalkanlah sifat rumanso (rumangso pinter, ganteng, bener).
Ketika menyampaikan pidato lihatlah pada mukhotobnya dan berilah materi yang bisa diterima mereka, anggaplah mereka semua orang awam ketika menyampaikan pidato. Tujuan orang berpidato adalah untuk memperbaiki masyarakat, lakukanlah dengan ikhlas dan jangan berharap sesuatu apapun baik barang ataupun pujian.
Cara yang paling cepat untuk menimbulkan yaqin dalam hati adalah dengan cara banyak I’tibar (berpikir pikir) tentang alam.
Riyadho yang benar yaitu riyadho yang sesuai dengan penyakitnya (apa yang menjadi kekurangan dirinya atau yang disukai syahwat) kita harus bisa menundukkannya dengan cara yang berlawanan, lihatlah para ulama’ terdahulu riyadhonya berbeda-beda karena penyakitnya juga berbeda-beda.

“Allah” dalam Islam dan Kristen

Konsep ketuhanan yang ada dalam Yahudi dan Kristen lebih ‘membingungkan; dibanding pengertian ‘ketuhanan’ yang dimengerti dalam Islam

By: Qosim Nursheha Dzulhadi

Bukan rahasia lagi bahwa umat Islam secara umum, dan khusus di Indonesia banyak dihadapi berbagai tantangan teologis. Dari “kristenisasi” terang-terangan hingga penggunaan istilah keagamaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dialektika Islam-Kristen di Indonesia menyisakan persoalan yang perlu diungkap dan diteliti secara serius.

Beberapa tulisan para pendeta Kristen di Indonesia banyak sekali menggunakan istilah-istilah Islam yang sudah resmi dan formal digunakan sebagai istilah “ekslusif” dalam Islam. Salah satu istilah yang sudah biasa digunakan adalah lafadz “Allah”. Lafadz ini adalah murni istilah Islam, tidak bisa sembarangan digunakan, meskipun ketiga agama Semit mengklaim masih menggunakannya.

Tulisan ini akan mengulas konsep “Allah” secara umum, yang biasa dikenal dalam agama-agama Semit (Yahudi→Kristen→Islam) yang dikenal sebagai Abrahamic religions. Dan kita akan melihat bahwa Islam benar-benar satu agama yang teguh ‘melestarikan’ konsep “Allah” ini.

Konsep “Allah” dalam Islam ini diakui dengan sangat baik oleh Dr. Jerald F. Dirk dalam bukunya “Salib di Bulan Sabit” (Serambi, 2006). Mantan diaken di ‘Gereja Metodis Bersatu’ ini mencatat bahwa “penggunaan kata Allah sering kali terdengar aneh, esoterik, dan asing bagi telinga orang Barat. Allah adalah kata dalam bahasa Arab yang berasal dari pemadatan al dan Ilah. Ia berarti Tuhan atau menyiratkan Satu Tuhan. Secara linguistik, bahasa Ibrani dan bahasa Arab terkait dengan bahasa-bahasa semitik, dan istilah Arab Allah atau al-Ilah terkait dengan El dalam bahasa Ibrani, yang berarti “Tuhan”.

“El-Elohim berarti Tuhannya para tuhan atau sang Tuhan. Ia adalah kata Ibrani yang dalam Perjanjian Lama diterjemahkan Tuhan. Karena itu, menurutnya, kita bisa memahami bahwa penggunaan kata Allah adalah konsisten, bukan hanya dengan Al-Quran dan tradisi Islam, tetapi juga dengan tradisi-tradisi biblikal tertua”, kutipnya.

F. Dirk mungkin benar. Akan tetapi konsep Allah dalam Islam jauh lebih mendalam, karena bukan hanya sebagai ‘nama diri’ (proper noun). Dalam pembahasan ilmu Tauhid, konsep al-Ilah terkait erat dengan peribadatan. Oleh karenanya, dalam penjelasan “Laa ilaaha illa Allah” para ulama menjelaskan dengan “laa ma‘buda bihaqqin illa Allah”. (Tidak ada seorang tuhanpun yang berhak “diibadahi” secara benar (mutlak), kecuali hanya Allah saja).

Ini tentu berbeda dengan kata El dalam bahasa Ibrani, yang kemudian bisa menjadi El-Elohim, yang diartikan sebagai “Tuhannya para tuhan”. Berarti ada tuhan selain tuhan yang disebut El-Elohim itu. Namun dalam Islam, Allah atau Ilah hanya satu. Apalagi jika ditelusuri konsep Tuhan dalam agama Yahudi, yang banyak menyiratkan bahwa “Tuhan” Yahudi adalah ‘Tuhan nasionalistik’, atau private God bagi Yahudi. Di luar Yahudi Tuhannya berbeda.

Konsep keimanan kepada “wujud Allah” dalam Islam tidak pernah mengalami problem serius, karena konsep dasarnya sudah jelas dan fixed, tidak bisa ditawar lagi.

Imam al-Sanusi misalnya, menjelaskan bahwa tentang konsep “wujud” itu sangat jelas. Menurut mazhab Syeikh Abu al-Hasan al-Asy‘ariy, mengganggap wujud sebagai salah satu sifat merupakan satu bentuk tasamuh (toleransi). Sebab menurutnya, wujud adalah diri zat (mawjud) itu sendiri, bukan sesuatu yang lain dari zat; dan zat, jelas bukan sifat. Akan tetapi, karena dalam ucapan, wujud selalu disebut sebagai sifat zat, seperti dalam kalimat “Zat Tuhan kita Jalla wa ‘Azza adalah mawjud (ada)”, maka tidak ada salahnya kalau secara global ia dihitung sebagai salah satu sifat. Adapun menurut mazhab yang menganggap bahwa wujud itu lain dari zat, seperti imam al-Raziy, maka menghitungnya sebagai sifat adalah benar sepenuhnya, tanpa tasamuh. Ada pula yang berpendapat bahwa pada yang baharu, wujud itu lain dari zat, tetapi pada yang qadim tidak. Ini adalah mazhab para filosof. (Lihat, Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yusuf al-Sanusi, Syarh Umm al-Barahin (Bahasan tentang Sifat Allah yang Duapuluh), terjemah: Lahmuddin Nasution, PT. Grafindo Persada, 1999: 32). Semua pendapat ini dapat dipahami dengan jelas dan mudah.

Absurditas ‘Trinitas’

Dalam agama Kristen, konsep Allah jauh lebih problematis. Ini disebabkan adanya konsep “Trinitas” yang hingga hari ini menjadi ‘teka-teki silang’ yang tak berujung.

Seorang penulis Kristen Koptik (Qibti), Arab-Mesir, Nashrullah Zakariya menulis satu buku yang berjudul al-Tsâlûts fî al-Masîhiyyah: Tawhîd am Syirkun bi’l-Lâh? (Trinitas dalam Kristen: Monoteis atau Syirik?), menulis, jika konsep keimanan kepada Allah terjadi lewat ‘advertensi Tuhan’ (al-I‘lân al-Ilâhiy). Tanpa ini, manusia tidak bisa mengenal Allah. ‘

Menurutnya, advertensi Tuhan’ ini terjadi lewat dua cara: Pertama, ‘advertensi umum’ (al-i‘lân al-‘âm). Ini adalah advertensi yang dengannya Allah menyingkap diri-Nya lewat dua hal: (1) Alam. Tentang ini, wahyu yang kudus (al-wahyu al-muqaddas) mencatat: “Langit menyatakan, keagungan Allah dan cakrawala mewartakan karya-Nya” (Mazmur 19: 1-2); dan (2), sejarah. Maksud dari sejarah adalah: berbagai interaksi Allah dengan manusia lewat pengalaman historiknya. Kitab suci menyatakan, “Ia tidak lupa memberi bukti-bukti tentang diri-Nya…” (Kisah Rasul-Rasul 14: 17).

Kedua, ‘advertensi khusus’. Jenis ini memiliki dua sumber: (1) tajassud (bersatunya Allah dengan Yesus, inkarnasi): dimana Allah mengenalkan diri-Nya kepada kita secara jelas dan eksplisit lewat inkarnasi (tajassud) Kristus.

Di dalam Injil, Yohanes berkata: “Pada mulanya adalah ‘Firman’. Dan firman itu bersama Allah, dan firman itu adalah Allah. Firman sudah menjadi manusia, Ia tinggal di antara kita dan kita sudah melihat keagungan-Nya, seperti yang ada pada seseorang berasal dari seorang ayah, yang penuh dengan karunia dan kebenaran” (Yohanes 1: 1-15, rujuk Ibrani 1: 1-4 dan 1 Timotius 3: 3-5); (2) firman Allah yang termaktub dan pembenar atas – eksistensi – Nya yang berasal dari Kristus.

Yesus berkata: “Janganlah kalian menganggap bahwa Aku datang untuk menghapuskan hukum Musa dan ajaran nabi-nabi. Aku datang bukan untuk menghapuskannya, tetapi untuk menyempurnakannya. Ingatlah! Selama langit dan bumi masih ada, satu huruf atau titik yang terkecil pun di dalam hukum itu, tidak akan dihapuskan, kalau semuanya belum terjadi.” (Matius 5: 17-18).

Itu lah dua bentuk ‘advertensi Tuhan’ kepada manusia menurut Nashrullah Zakariya, yang terdapat di dalam Taurat (Torah) dan Injil. Menurutnya, hal itu menyatakan bahwa Allah itu “esa” (wâhid). Tetapi, Allah juga tidak hanya ‘mengumumkan’ diri-Nya sebagai Tuhan yang esa (al-Ilah al-wahid), advertensi itu terjadi berulang-ulang dari dirinya hingga menjadi “trinitas” (tsâlûtsan).

Setelah menjelaskan itu, Nashrullah bingung dan menyatakan bahwa dogma “trinitas” dalam Kristen tidak bisa dianggap sebagai hasil studi filsafat atau konsep rasionalitas an sich. Karena hal itu menurutnya tidak mudah untuk diterima oleh akal. Sumber dogma ini menurutnya berasal dari Allah itu sendiri. Allah lah yang mengumumkan dirinya sebagai Tuhan yang memiliki tiga oknum: “trinitas” (tsâluts), bukan “trinisasi” (tatslîts). Dan dalam apologi kaum Nasrani dalam membela Allah yang trinitas itu (Allah al-tsâlûts) merupakan bukti keimanan mereka kepada Allah yang esa, seperti yang dinyatakan oleh Allah sendiri tentang diri-Nya lewat firman-firman-Nya: kitab suci.

Padahal, jika mencukupkan diri pada ayat Torah di atas, konsep Allah jelas dapat dipahami. Tapi ketika dikaitkan dengan dogma “trinitas” yang hanya ada dalam Perjanjian Baru (Injil) konsep Allah menjadi ‘kabur’.

Penulis lain, Nasyid Hana dalam “Khamsu Haqâ’iq ‘an Allah”, (cet. II, 1999) menulis bahwa ketika Allah menciptakan para malaikat, Dia mempraktekkan sebagian sifat-sifat-Nya. Dan ketika menciptakan manusia, Dia mempraktekkan sifat-sifatnya kepada manusia.

Bagaimana mungkin Allah butuh kepada makhluk-makhluk-Nya dan mempraktekkan sifat-sifatnya kepada diri-Nya?

Lebih aneh lagi, sebagaimana ditulis Nasyid Hana, “Oknum-oknum itu bukanlah bagian-bagian dalam diri Allah. Maha suci Allah. Allah tidak terdiri dari tiga oknum. Maha suci Allah, tetapi Allah itu esa, dan setiap oknum itu adalah Allah, bukan bagian dari Allah. Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah dan Roh Kudus adalah Allah. Satu esensi tetapi tiga oknum.” Inilah konsep ketuhanan yang membingungan.

Membicarakan “oknum” saja dalam agama Kristen sudah berbelit-belit, karena memang sulit dinalar oleh akal sehat. Sampai sekarang, masalah “oknum Allah” ini masih terus dibahas dan diperdebatkan hingga kini.

Akibat kebingungan ini, banyak tokoh-tokoh Kristen menyikapi dogma “trinitas” lewat ekspresi rasa ‘ketidakpuasan. St. Anselm, misalnya, harus menulis Cur Deus Homo, St. Augustine juga menulis de Trinitate dan memproklamirkan slogan: “Credo ut intellegam” (aku percaya supaya aku bisa mengerti). Senada dengan Augustine, Tertullian menyatakan: “Credo quia absurdum” (aku beriman justru karena doktrin tersebut tidak masuk akal). Ini sangat kontra dengan Islam, dimana “rasio” sangat berperan dalam mengenal dzat Allah. Apa yang bertentangan dengan akal sehat, berarti ada yang “eror” dan harus dikritisi.

Dalam Islam, Allah menciptakan makhluk-Nya agar mereka mengenal-Nya lewat nama-nama-Nya yang baik (al-asma’ al-husna), sifatnya yang transenden: yang memiliki sifat kesempurnaan dan suci dari segala kekurangan.

Ketika mereka sudah mengetahui Allah ‘Azza wa Jalla sebagaimana mestinya, mereka melakukan ibadah kepada-Nya, yang tidak berhak diberikan kepada selain-Nya dan tidak mendekati-Nya kecuali dengan ibadah tersebut. Mereka juga memuji Allah swt. sebagaimna mestinya, sesuai dengan kemuliaan dzat-Nya dan keagungan otoritas-Nya. Ini dengan detail dijelaskan oleh Allah swt.: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS: Al-Thalaq [65]: 12).

Kata agar kamu mengetahui merupakan dalil bahwa tujuan dari penciptaan alam ini, baik alam atas maupun bawah; adalah untuk mengetahui Allah swt. Lengkap dengan nama dan sifat-sifat-Nya; yang dalam ayat tersebut disebutkan sebagiannya, yakni: kekuasaan total (al-qudrah al-syamilah) dan ilmu yang meliputi segala sesuati (al-‘ilm al-muhith). (Lihat, Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Fushûl fî al-‘Ibâdah bayna al-Salaf wa al-Khalaf, dalam serial Nahwa Wahdah Fikriyyah li al-‘Āmilîna li al-Islâm (6), (Cairo: Maktabah Wahbah, 2005: 14).

Dengan demikian, terdapat perbedaan yang sangat prinsipil dalam konsep “Allah” dalam Yahudi, Kristen dan Islam. Dapat dibuktikan di dalam Al-Quran dan ulama-ulama klasik, bahwa Islam lah satu-satunya agama semit yang konsisten dalam melestarikan konsep “Allah”. Konsep Allah yang ‘nasionalistik’ adalah tidak benar dan harus ditolak. Dan konsep “Allah” yang ‘membutuhkan’ perantara (mediator) adalah mencederai kekuasaan dan keagungann-Nya. Maka, Islam menutup konsep “Allah” yang Mahasempurna dan tiada banding itu dengan firman Allah swt: “Laysa kamitslihi syai’un” (Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, ) (Qs. Al-Syura [42]: 11). Wallahu a‘lamu bi al-shawab

Perang Salib (IV)

Tujuan utama Perang Salib adalah merebut dan mempertahankan Jerusalem. Kini kota suci ini telah kembali ke pangkuan kaum muslimin. Selanjutnya, meskipun ada persamaan antara Perang Salib I dengan Perang Salib III, ada juga perbedaan-perbedaannya, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, pada Perang Salib I, Paus yang menjadi penggerak utama sekaligus dijadikan lambang dalam perang itu, sedangkan pada perang Salib III, penggerak utamanya adalah kaum politisi, yaitu raja-raja Eropa Barat. Kedua, pada Perang Salib I, faktor agama menjadi pendorong yang penting, sedangkan pada Perang Salib III, faktor agama bukan menjadi penyebab. Pada Perang Salib III banyak orang Eropa yang turut berperang agar terbebas dari kewajiban membayar pajak. Pada Perang Salib II, Louis VII bahkan membebankan pajak 10% kepada pemilik kendaraan yang tidak turut berperang. Demikian pula Philip Augustus dan Richard the Lion’s Heart, ia membebankan pajak–yang disebut “Dana Cukai Shalahuddin”–kepada ahli agama dan masarakat umum. Paus pun giat mengumpulkan “Dana Perang Salib” sambil mengeluarkan fatwa bahwa orang yang tidak mampu berperang harus memberikan dana, dan akan diampuni segala dosanya sebagaimana orang yang turut berperang. Kepada setiap penderma diberikan “Sertifikat Pengampunan”. Akhirnya, gereja menjadi sumber dana yang penting. Ketiga, pada Perang Salib I, jumlah tentara salib cukup besar. Mereka begitu serempak dan bersatu menghadapi tentara muslim Saljuq yang lemah dan berpecah belah, sedangkan keadaan pada Perang Salib III sebaliknya.

Orang-orang yang memimpin Perang Salib III adalah raja-raja Eropa terkenal: (1) Raja Jerman Frederik Barbarosa, (2) Raja Inggris Richard the Lion’s Heart, dan (3) Raja Prancis Philip Agustus. Yang paling menonjol dan enerjik adalah Frederik II yang memilih jalan darat menuju medan perang, menyeberangi sungai dekat Armenia, Ruha. Tetapi nasibnya malang, ia tenggelam ketika menyeberang. Karena tidak ada pelanjut kepemimpinan yang bisa diandalkan, sebagian besar tentaranya kembali ke Jerman.

Tentara Inggris dan Prancis yang bergerak menuju jalan laut bertemu di Saqliah. Richard menuju Cyprus kemudian ke Palestina, sedangkan Philip langsung ke Palestina, dan mengepung Akka dengan bantuan sisa-sisa tentara Frederik. Dalam pengepungan ini turut pula orang-orang Latindi Syam di bawah pimpinan Guys yang pernah mengadakan perjanjian damai dengan Shalahuddin. Berkat dukungan tentara Richard dan angkatan lautnya, Akka dapat direbut. Tentara Salib melakukan pembunuhan besar-besaran meskipun setelah itu tidak ada lagi serangan militer. Perang salib ini diakhiri dengan perjanjian Ramalah (1192) yang isinya menyisakan sedikit tanah untuk orang Kristen di pantai yang berdekatan dengan Akka–memanjang dari Sur sampai Haifa–membolehkan jemaah haji Kristen berziarah ke Yerusalem tanpa membawa senjata, dan Shalahuddin menguasai wilayah yang ditaklukannya termasuk Ludd, Ar-Ramlah, dan Asqolan.

Tidak lama kemudian, Maret 1193, Shalahuddin meninggal dunia setelah mengalami sakit di Damaskus dengan meninggalkan wilayah kekuasaan yang cukup luas. Qodi Ibnu Syaddad menggambarkan keadaan duka cita kaum muslimin, “Islam dan kaum Muslimin tidak mendapatkan musibah yang setara dengan wafatnya Shalahuddin semenjak mereka kehilangan Khulafa ar-Rasyidin?.”

Antara Perang Salib III dengan Perang Salib IV ada kondisi yang khas, yakni (1) gereja berusaha mengembalikan kepemimpinan, tetapi Henry VI, seorang politikus yang ulung, dapat mengganjal usaha ini; (2) perselisihan baru terjadi antara kalangan militer Latin di Syam; (3) di pihak Islam pun terdapat kelemahan, karena Shalahuddin, sebelum wafatnya, telah membagi-bagikan wilayah kekuasaan kepada para pelanjutnya. Damaskus dan bagian selatan Syria diserahkan kepada Al-Malik al-Afdal (1193-6), Mesir kepada Al-Malik al-Sahir (1993–1215); sedangkan saudara Shalahuddin, Al-Malik al-‘Adil, memperoleh Karak, Jordan, Jazirah, dan Diyar Bakr–nampaknya wilayah terakhir ini kurang penting sehingga kurang menyenangkan Al-‘Adil. Keluarga Al-Ayubi lainnya juga mendapat warisan daerah kekuasaan sampai Jazirah Arabia dan Yaman. Akhirnya, terjadi perselisihan antara putra-putranya dan Al-‘Adil, diakhiri dengan kemenangan Al-‘Adil terhadap keponakan-keponakannya itu (1199–1218). Demikianlah peta pembagian kekuasaan sampai datang serangan Mongol (1260).

Perang Salib IV (1202–1204)

Pada masa Paus Innocent III, gereja tetap mengobarkan kembali perang Salib. Dalam hal semangat dan kepemimpinan, perang ini bercorak Prancis seperti Perang Salib I. Target perang ini diarahkan ke Mesir, dengan pertimbangan: (1) kekuatan Islam sudah beralih ke Mesir, karena itu Mesir harus dikuasai dulu; (2) penaklukan Mesir akan membawa keuntungan perdagangan untuk para pedagang Italia–jika langsung menguasai Jerusalem, orang Mesir akan melakukan tindakan pembalasan terhadap para pedagang di Delta Nil, Dimyat, dan Alexanderia.

Ketika tentara Salib di Venice (1202) bersiap hendak menuju Mesir, tiba-tiba semua pasukan diperintahkan untuk menyerang Konstantinopel pada bulan Juli 1203, dan merebutnya pada bulan April 1204. Setelah itu, Baldwin VII diangkat sebagai Emperor Latin I di Konstantinopel. Kekuatan ini berkuasa selama 60 tahun.

Perang Salib V (1218–1221)

Perang Salib ini merupakan lanjutan Perang Salib I dan IV, dengan sasaran utamanya Mesir. Saat itu Mesir berada di bawah Pemerintahan Al-Malik al-‘Adil, yang meninggal dunia (1218) setelah tentara Salib menguasai menara Al-Silsilah. Al-Malik kemudian digantikan oleh putranya Al-Malik al-Kamil (1218–1238).

Al-Malik al-kamil menghadapi gangguan dari dalam, yaitu konspirasi yang dipimpin oleh seorang panglima yang berasal dari Kurdi, Ibn Masytub, yang hendak menyisihkannya. Ia lalu melarikan diri ke Yaman. Namun Karena bantuan adiknya, Al-Malik Mu’azzam dari syam, ia bisa kembali menduduki tahta kesultanan Mesir. Tantangan dari luar–selain dari tentara Salib–adalah tentara Mongol yang mulai menguasai dunia Islam bagian Timur, Khawarizami, negeri-negeri Transoxiana, dan sebagian negeri Persia pada tahun 1220. Serangan Mongol ke Baghdad pun dimulai.

Kedudukan tentara Salib sebenarnya baik karena banyaknya rombongan besar menggabungkan diri atas seruan Paus Innocent III yang dilanjutkan oleh Paus Honorius III. Raja Juhanna de Brienne dan Wakil Paus, Plagius, memimpin pasukan ini. Dimyat bisa segera mereka kuasai pada tahun 1218. Namun, serangan belum dilanjutkan menuju Kairo karena menunggu bantuan Frederik II dalam perajalanan untuk menopang serangan selanjutnya.

Karena situasi yang mencekam, sebagaimana digambarkan di atas, ditambah situasi ekonomi yang sulit, terutama karena surutnya sungai Nil, Mesir diancam bahaya kelaparan. Al-Kamil pun mengajukan permintaan perdamaian. Ia mengajukan tawaran menyerahkan Jerusalem dan hampir semua kota yang ditaklukan Shalahudin kepada pihak Salib asalkan mereka (pihak Salib) menarik diri dari Dimyat. Tawaran yang begitu menguntungkan pihak Salib itu ditolak, bahkan mereka akan menguasai seluruh Mesir dan Syam. Penolakan ini terutama dikemukakan oleh utusan Paus, Pelagius, yang ditopang oleh Italia, karena kepentingan perdagangannya terancam di Mesir. Tidak ada pilihan bagi Al-Kamil: hancur atau menang. Timbullah ide yang kemudian dilaksanakannya, yaitu menghancurkan dam-dam irigasi yang menuju Dimyat. Akhirnya banjir pun melanda seluruh Dimyat. Banyak tentara Salib yang tenggelam. Mereka terancam bahaya kelaparan. Karena bantuan Frederik II yang diharapkan tak kunjung datang, tentara Salib pun meninggalkan Dimyat tanpa syarat.

Bersambung?!

« Older entries